Thursday 29 September 2011

Metode Pelaksanaan Kultur Antera Padi



 Pelaksanaan kultur antera padi terdiri dari beberapa tahap, yaitu pemilihan tetua dan persilangan, pemeliharaan tetua sumber eksplan (F1), persiapan media, kultur in-vitro antera, dan aklimatisasi serta penanganan pasca-aklimatisasi. Prosedur pelaksaan kultur antera dapat dilihat pada Gambar 1.



 Gambar 1. Prosedur pelaksanaan perakitan kultivar melalui kultur antera
1. Pemilihan Tetua dan Persilangan
            Untuk tetua persilangan dapat digunakan varietas yang memiliki satu atau lebih karakter yang diinginkan sebagai tetua donor. Varietas yang digunakan sebagai tetua betina yaitu varietas yang memiliki penampilan fenotipik yang baik dengan satu atau lebih karakter jelek yang akan diperbaiki oleh tetua donor. Penanaman tetua dilakukan di rumah kaca dengan 2-3 kali waktu tanam yang berbeda untuk mencapai sinkronisasi pembungaan, sehingga persilangan dapat dilakukan dengan maksimal. Saat memasuki fase pembungaan, malai tetua betina diemaskulasi pada sore hari dan ditutupi dengan amplop atau kantong kertas agar tidak terserbuki oleh serbuk sari (pollen) yang tidak dikehendaki. Keesokan harinya, saat anthesis maksimum, malai yang telah diemaskulasi diserbuki dengan polen dari tetua donor dan ditutup kembali dengan kantong kertas. Setelah itu tanaman dipelihara sampai diperoleh benih F1 hasil persilangan.

2. Pemeliharaan Tetua Sumber Eksplan (F1)
            Benih F1 hasil persilangan ditanam dalam ember/pot di rumah kaca dan dipelihara sebagai populasi F1 sumber eksplan untuk kultur antera padi. Varietas tetua persilangan juga ditanam sebagai pembanding dengan F1 hasil persilangan. Malai mulai diambil ketika tanaman F1 mencapai fase bunting, dengan penanda jarak antara auricle daun bendera dengan daun di bawahnya sekitar 7-12 cm (pada padi Indica). Jarak tersebut merupakan salah satu marka morfologi yang menandakan polen dalam fase akhir uninucleat  atau awal binucleat yang diketahui dapat memberikan respon induksi kalus dan daya regenerasi terbaik untuk kultur antera padi.

3. Persiapan Media
            Media tanam yang digunakan terdiri dari tiga macam media, yaitu media induksi, media regenerasi, dan media perakaran. Media induksi yang umum digunakan adalah modifikasi media N6 yang ditambahkan NAA 2.0 mg/l, Kinetin 0.5 mg/l, 60 g sukrosa, dan 0.1664 g/l putresin.  Untuk media regenerasi digunakan modifikasi media MS dengan tambahan NAA 0.5 mg/l, Kinetin 2.0 mg/l, 40 g sukrosa, dan 0.1664 g/l putresin. Begitu pula dengan media perakaran digunakan modifikasi media MS + 40 g/l maltosa dan 0.5 mg/l IBA.

4. Kultur In-Vitro Antera
            Malai yang telah diambil saat tanaman padi pada fase bunting disimpan selama 8 hari dalam ruang bersuhu 5oC. Setelah disimpan kemudian malai disterilkan dengan 20% Bayclin. Spikelet yang sudah steril dipotong 1/3 dari pangkalnya dan dikumpulkan pada cawan petri steril. Masing-masing spikelet kemudian dijepit dengan pinset dan diketukkan pada tepi cawan petri yang berisi 25 ml media induksi kalus, sampai antera keluar dan jatuh ke atas media. Selanjutnya kultur diinkubasi di ruang gelap pada suhu 25+2oC untuk menginduksi kalus dari butir sari di dalam antera. Kalus bertekstur kompak ukuran 1-2 mm kemudian dipindahkan ke dalam botol kultur yang berisi 25 ml media regenerasi. Tanaman hijau yang mencapai tinggi 3-5 cm dipindahkan ke dalam tabung kultur berisi 15 ml media perakaran, yaitu MS + 0.5 mg/l IBA. Setelah akar tumbuh sempurna, tanaman sudah siap untuk diaklimatisasi.

5. Aklimatisasi dan Penanganan Pasca Aklimatisasi
            Aklimatisasi tanaman hasil kultur antera padi meliputi tiga tahap. Tahap pertama yaitu aklimatisasi dalam tabung reaksi berisi air bersih selama 1-2 minggu. Tahap kedua yaitu aklimatisasi pada media tanah lumpur dalam bak selama 1-2 minggu. Tahap terakhir yaitu pada media tanah dalam ember atau pot di rumah kawat. Pada tahap terakhir, tanaman yang berasal dari kalus yang sama tetapi ditanam pada pot yang berbeda diberi nomor yang sama. Pemberian cahaya diberikan secara berangsur agar tanaman dapat tumbuh pada kondisi normal. Setelah aklimatisasi berhasil dilakukan, pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai anjuran budidaya padi sawah. Individu tanaman yang berasal dari kalus yang sama dikelompokkan menjadi satu kelompok galur putatif dan diberi nomor per kelompok (nomor galur). Tanaman hasil kultur dapat berupa tanaman haploid dan tanaman haploid ganda  spontan. Untuk tanaman haploid dilakukan proses penggandaan kromosom untuk memperoleh tanaman haploid ganda.

6. Evaluasi Tanaman Haploid dan Haploid Ganda
            Tanaman hasil aklimatisasi dievaluasi ploidinya secara morfologi untuk mengetahui tipe tanaman yang diperoleh. Tanaman haploid ganda spontan secara morfologi tumbuh normal seperti tanaman padi diploid yang dicirikan dengan adanya auricle dan ligule serta pada fase generatif menghasilkan biji yang fertil. Populasi tanaman haploid ganda kemudian dievaluasi secara morfologi dan agronomi. Setelah itu dilakukan perbanyakan untuk menghasilkan benih DH2 dan DH3 dengan karakter yang diinginkan.
Tanaman haploid secara morfologi dicirikan dengan pertumbuhan yang kerdil, anakan banyak, serta tidak memiliki auricle dan ligule. Untuk tanaman haploid harus dilakukan penggandaan kromosom untuk memperoleh tanaman haploid ganda. Penggandaan kromosom tanaman haploid dapat dilakukan dengan cara pemberian kolkhisin maupun diratun. Tahap selanjutnya yaitu seleksi pada tanaman haploid ganda generasi pertama (DH1) untuk karakter morfologi dan agronominya. Benih yang dihasilkan dari populasi DH1 dapat diperbanyak untuk menghasilkan benih DH2 dan DH3 dengan karakter yang diinginkan.

Ref:
 Dewi, I.S., Purwoko, B.S., Aswidinnoor, H., dan Somantri, I.H. 2004. Kultur antera padi pada beberapa formulasi media yang mengandung poliamin. Jurnal Bioteknologi Pertanian. 9(1) : pp 14-19.
Dewi, I.S., Purwoko, B.S., Aswidinnoor, H., dan Somantri, I.H. 2007. Regenerasi tanaman pada kultur antera padi: pengaruh persilangan dan aplikasi putresin. Bul. Agron. 35(2) : 68 – 74
Dewi, I.S., Purwoko, B.S., Aswidinnoor, H., Somantri, I.H., and Chozin, M.A. 2009. Plant regeneration from anther cultures of several genotypes of Indica rice tolerant to aluminum toxicity. Indonesian Journal of Agriculture. 2(1) : 1-5.
Gueye, T. and Ndir, K.N. 2010. In vitro production of double haploid plants from two rice species (Oryza sativa L. and Oryza glaberrima Steudt.) for the rapid development of new breeding material. Scientific Research and Essays. 5(7) : pp. 709-713.
Herath, H.M.I., Bandara, D.C. and Samarajeewa, P.K. 2007. Effect of culture media for anther culture of Indica rice varieties and hybrids of Indica and Japonica. Tropical Agricultural Research and  Extension. 10 : 17-22.
Khatun, R., Shahinul Islam, S.M. and Bari Miah, M.A. 2010. Studies on plant regeneration efficiency through in vitro micropropagation and anther culture of twenty five rice cultivars in Bangladesh. Journal of Applied Sciences Research. 6(11) : 1705-1711.
Purwoko, B.S., Dewi, I.S., Khumaida, N. 2010. Rice anther culture to obtain doubled-haploids with multiple tolerances. AsPac J. Mol. Biol. Biotechnol. 18 (1) : 55-57.
Roy, B. and Mandal, A.B. 2005. Anther culture response in indica rice and variations in major agronomic characters among the androclones of a scented cultivar, Karnal local. African Journal of Biotechnology. 4 (3) : pp. 235-240.
Sah, B.P. 2008. Response of genotypes to culture media for callus induction and regeneration of plants from rice anthers. Scientific World. 6 (6) : 37-43.
Sen, C. and Singh, R.P. 2011. Anther culture response in Boro rice hybrids. Asian Journal of Biotechnology. 
Silva, T.D. and Ratnayake, W.J. 2009. Anther culture potential of Indica rice varieties, Kurulu Thuda and BG 250. Tropical Agricultural Research and  Extension. 12(2) : 53-56.
van den Heuvel, S. 2005. Cell-cycle regulation. WormBook, ed. The C. elegans Research Community, WormBook, doi/10.1895/wormbook.1.28.1, http://www.wormbook.org. Edited by James M. Kramer and Donald G. Moerman.