Monday 21 November 2011

SEMINAR NASIONAL DALAM RANGKA PURNA BAKTI STAF PENGAJAR PEMULIAAN TANAMAN UNPAD DAN KONGRES PERIPI KOMDA JABAR 2011




1.        Seminar Nasional
        Keynote speakers :
  1. Christopher Lambrides (Pemanfaatan QTL dalam Pemuliaan Tanaman)
  2. Prof.em. Achmad Baihaki (Perspektif SDG Lokal dalam Mendukung Industri Benih Nasional)
  3. Dr. Soegiono Moeljopawiro (Kebijakan Nasional Pengelolaan Plasma Nutfah)
2.         Seminar Pararel
3.          Poster
4.          Prosesi Purna Bakti Pemulia
UNPAD
5.       Kongres PERIPI Komda Jabar 2011

Pelaksanaan acara :
Hari/Tanggal : Sabtu, 10 Desember 2011
Waktu               : 08.00 s.d. 16.00 WIB
Tempat             : Student Centre Lt.2  Faperta UNPAD 
 
Perubahan :
pengiriman abstrak paling lambat 1 Desember 2011 dan pengiriman makalah dan poster lengkap paling lambat 5 Desember 2011.


Biaya Pendaftaran :
Pemakalah oral/poster :
          umum                   :  Rp. 150.000
          mahasiswa          : Rp.   100.000
Peserta
          umum                   :  Rp. 150.000
          mahasiswa S1     : Rp.   50.000
Prosiding plus ongkos kirim(CD) :
                                        Rp. 50.000

Biaya pendaftaran dapat ditransfer   melalui rekening Mandiri KCP    Bandung Metro 
a.n Farida Damayanti 
(130-00-1171776-9)

Pembayaran paling lambat 6 Desember 2011, pembayaran pada saat pendaftaran akan dikenai biaya tambahan Rp. 50.000

Alamat Sekretariat :
Laboratorium Pemuliaan Tanaman,  Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
JL. Raya Bandung Jatinangor Km 21. Jatinangor, Sumedang 45363,
Telp/Fax: (022)-7796316-20
CP : Dr. rer. nat Suseno Amien ( 0813 20158058),
  E-mail: suseno2011@gmail.com
       Citra Bakti, SP, MP (0821 2076 6212),
  E-mail : humai.humai@yahoo.com

 ket lebih lanjut dapat dilihat di web www.faperta.unpad.ac.id

Saturday 5 November 2011

Konsep Dasar Biodiversitas



Biodiversitas Tingkat Ekosistem
            Ekosistem adalah suatu satuan lingkungan yang melibatkan unsur-unsur biotic dan faktor-faktor fisik yang saling berinteraksi satu dan lainnya. Biodiversitas tingkat ekosistem membentuk tingkatan jenis dan genetik dan merupakan satu kesatuan lingkungan yang terdiri dari unsur-unsur biotik (mahluk hidup) dan factor-faktor fisik (iklim, air, tanah) dan kimia (kemasaman, salinitas, dll) yang saling berinteraksi dan membentuk suatu ekosistem.
            Ekosistem terdiri dari perpaduan berbagai jenis dengan beragam kombinasi lingkungan fisik dan kimia yang beranekargam, maka jika susunan komponen jenis dan susunan factor fisik serta kimianya berbeda, ekosistem yang dihasilkannya pun akan berbeda pula. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka interaksi antara mahluk hidup dengan factor-faktor lain dalam suatu wilayah akan menyusun suatu ekosistem tersendiri. Ekosistem secara alami akan berubah, yang secara proses dapat terjadi secara alami (proses penuaan alam) atau secara sengaja (perusakan oleh manusia).

Biodiversitas Tingkat Jenis
            Pada ekosistem terddapat organism-organisme yang merupakan satuan-satuan tertentu yang masing-masing mempunyai batasan pasti yang disebut Jenis. Jenis merupakan suatu satuan yang dapat dikenal dari bentuk atau penampilan dan terdiri atas pengelompokan populasi-populasi atau gabungan individu yang mampu saling kawin sesamanya secara bebas ttetapi tidak mampu dengan jenis lain untuk menghasilkan keturunan.
            Untuk kelompok yang tidak berkembang biak secara generative, misalnya mikroorganisme, batasan jenis ditentukan oleh wilayah tempat hidup yang sama. Jenis terbentuk berdasarkan kesesuaian kandungan genetik yang mengatur sifat-sifat kebakaan dari lingkungan tempat tumbuhnya.
            Faktor kebakaan/susunan genetic suatu jenis diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Kerangka dasar komponen genetic suatu jenis berbeda dengan jenis yang lainnya, juga gen-gen berkembang menyesuaikan dengan lingkungan hidupnya. Jenis akan mengalami penyesuaian dan perkembangan dalam jangka waktu yang lama menjadi jenis baru atau mungkin menjadi punah karena tidak bisa menyesuaikan diri.

Biodiversitas Tingkatan Genetika
            Biodiversitas tingkat genetika meliput keanekaragaman didalam spesies dan tergantung pada keanekaragaman susunan gen dalam kromosom. Dalam konteks keanekaragaman hayati, sumberdaya genetic adalah material genetic potensial atau riil yang mengandung unit-unit fungsional pewarisan sifat.
            Variabilitas mempunyai arti yang sangat penting dalam merakit varietas baru. Sebagai sumber gen untuk karakter tertentu variasi genetic yang ada dalam spesies sangat penting, yang meliputi:
·         Persentasi loci polimorfism,
·         Jumlah alil,
·         Heterosigositas,
·         Jumlah rata-rata perbedaan nukleotida,
·         Susunan suatu alil.
Pada taraf lain, dalam suatu jemis mempunyai susuna genetika yang mirip atau kisaran yang sama walawpun tempat tumbuhnya terpencar akan membentuk satuan tertentu, misalnya varietas, strain, galur, dan lain-lain. Masing-masing satuan ini merupakan suatu taraf penggolongan individu yang didalam suatu tarafnya adalh konstan.

Thursday 29 September 2011

Metode Pelaksanaan Kultur Antera Padi



 Pelaksanaan kultur antera padi terdiri dari beberapa tahap, yaitu pemilihan tetua dan persilangan, pemeliharaan tetua sumber eksplan (F1), persiapan media, kultur in-vitro antera, dan aklimatisasi serta penanganan pasca-aklimatisasi. Prosedur pelaksaan kultur antera dapat dilihat pada Gambar 1.



 Gambar 1. Prosedur pelaksanaan perakitan kultivar melalui kultur antera
1. Pemilihan Tetua dan Persilangan
            Untuk tetua persilangan dapat digunakan varietas yang memiliki satu atau lebih karakter yang diinginkan sebagai tetua donor. Varietas yang digunakan sebagai tetua betina yaitu varietas yang memiliki penampilan fenotipik yang baik dengan satu atau lebih karakter jelek yang akan diperbaiki oleh tetua donor. Penanaman tetua dilakukan di rumah kaca dengan 2-3 kali waktu tanam yang berbeda untuk mencapai sinkronisasi pembungaan, sehingga persilangan dapat dilakukan dengan maksimal. Saat memasuki fase pembungaan, malai tetua betina diemaskulasi pada sore hari dan ditutupi dengan amplop atau kantong kertas agar tidak terserbuki oleh serbuk sari (pollen) yang tidak dikehendaki. Keesokan harinya, saat anthesis maksimum, malai yang telah diemaskulasi diserbuki dengan polen dari tetua donor dan ditutup kembali dengan kantong kertas. Setelah itu tanaman dipelihara sampai diperoleh benih F1 hasil persilangan.

2. Pemeliharaan Tetua Sumber Eksplan (F1)
            Benih F1 hasil persilangan ditanam dalam ember/pot di rumah kaca dan dipelihara sebagai populasi F1 sumber eksplan untuk kultur antera padi. Varietas tetua persilangan juga ditanam sebagai pembanding dengan F1 hasil persilangan. Malai mulai diambil ketika tanaman F1 mencapai fase bunting, dengan penanda jarak antara auricle daun bendera dengan daun di bawahnya sekitar 7-12 cm (pada padi Indica). Jarak tersebut merupakan salah satu marka morfologi yang menandakan polen dalam fase akhir uninucleat  atau awal binucleat yang diketahui dapat memberikan respon induksi kalus dan daya regenerasi terbaik untuk kultur antera padi.

3. Persiapan Media
            Media tanam yang digunakan terdiri dari tiga macam media, yaitu media induksi, media regenerasi, dan media perakaran. Media induksi yang umum digunakan adalah modifikasi media N6 yang ditambahkan NAA 2.0 mg/l, Kinetin 0.5 mg/l, 60 g sukrosa, dan 0.1664 g/l putresin.  Untuk media regenerasi digunakan modifikasi media MS dengan tambahan NAA 0.5 mg/l, Kinetin 2.0 mg/l, 40 g sukrosa, dan 0.1664 g/l putresin. Begitu pula dengan media perakaran digunakan modifikasi media MS + 40 g/l maltosa dan 0.5 mg/l IBA.

4. Kultur In-Vitro Antera
            Malai yang telah diambil saat tanaman padi pada fase bunting disimpan selama 8 hari dalam ruang bersuhu 5oC. Setelah disimpan kemudian malai disterilkan dengan 20% Bayclin. Spikelet yang sudah steril dipotong 1/3 dari pangkalnya dan dikumpulkan pada cawan petri steril. Masing-masing spikelet kemudian dijepit dengan pinset dan diketukkan pada tepi cawan petri yang berisi 25 ml media induksi kalus, sampai antera keluar dan jatuh ke atas media. Selanjutnya kultur diinkubasi di ruang gelap pada suhu 25+2oC untuk menginduksi kalus dari butir sari di dalam antera. Kalus bertekstur kompak ukuran 1-2 mm kemudian dipindahkan ke dalam botol kultur yang berisi 25 ml media regenerasi. Tanaman hijau yang mencapai tinggi 3-5 cm dipindahkan ke dalam tabung kultur berisi 15 ml media perakaran, yaitu MS + 0.5 mg/l IBA. Setelah akar tumbuh sempurna, tanaman sudah siap untuk diaklimatisasi.

5. Aklimatisasi dan Penanganan Pasca Aklimatisasi
            Aklimatisasi tanaman hasil kultur antera padi meliputi tiga tahap. Tahap pertama yaitu aklimatisasi dalam tabung reaksi berisi air bersih selama 1-2 minggu. Tahap kedua yaitu aklimatisasi pada media tanah lumpur dalam bak selama 1-2 minggu. Tahap terakhir yaitu pada media tanah dalam ember atau pot di rumah kawat. Pada tahap terakhir, tanaman yang berasal dari kalus yang sama tetapi ditanam pada pot yang berbeda diberi nomor yang sama. Pemberian cahaya diberikan secara berangsur agar tanaman dapat tumbuh pada kondisi normal. Setelah aklimatisasi berhasil dilakukan, pemeliharaan tanaman dilakukan sesuai anjuran budidaya padi sawah. Individu tanaman yang berasal dari kalus yang sama dikelompokkan menjadi satu kelompok galur putatif dan diberi nomor per kelompok (nomor galur). Tanaman hasil kultur dapat berupa tanaman haploid dan tanaman haploid ganda  spontan. Untuk tanaman haploid dilakukan proses penggandaan kromosom untuk memperoleh tanaman haploid ganda.

6. Evaluasi Tanaman Haploid dan Haploid Ganda
            Tanaman hasil aklimatisasi dievaluasi ploidinya secara morfologi untuk mengetahui tipe tanaman yang diperoleh. Tanaman haploid ganda spontan secara morfologi tumbuh normal seperti tanaman padi diploid yang dicirikan dengan adanya auricle dan ligule serta pada fase generatif menghasilkan biji yang fertil. Populasi tanaman haploid ganda kemudian dievaluasi secara morfologi dan agronomi. Setelah itu dilakukan perbanyakan untuk menghasilkan benih DH2 dan DH3 dengan karakter yang diinginkan.
Tanaman haploid secara morfologi dicirikan dengan pertumbuhan yang kerdil, anakan banyak, serta tidak memiliki auricle dan ligule. Untuk tanaman haploid harus dilakukan penggandaan kromosom untuk memperoleh tanaman haploid ganda. Penggandaan kromosom tanaman haploid dapat dilakukan dengan cara pemberian kolkhisin maupun diratun. Tahap selanjutnya yaitu seleksi pada tanaman haploid ganda generasi pertama (DH1) untuk karakter morfologi dan agronominya. Benih yang dihasilkan dari populasi DH1 dapat diperbanyak untuk menghasilkan benih DH2 dan DH3 dengan karakter yang diinginkan.

Ref:
 Dewi, I.S., Purwoko, B.S., Aswidinnoor, H., dan Somantri, I.H. 2004. Kultur antera padi pada beberapa formulasi media yang mengandung poliamin. Jurnal Bioteknologi Pertanian. 9(1) : pp 14-19.
Dewi, I.S., Purwoko, B.S., Aswidinnoor, H., dan Somantri, I.H. 2007. Regenerasi tanaman pada kultur antera padi: pengaruh persilangan dan aplikasi putresin. Bul. Agron. 35(2) : 68 – 74
Dewi, I.S., Purwoko, B.S., Aswidinnoor, H., Somantri, I.H., and Chozin, M.A. 2009. Plant regeneration from anther cultures of several genotypes of Indica rice tolerant to aluminum toxicity. Indonesian Journal of Agriculture. 2(1) : 1-5.
Gueye, T. and Ndir, K.N. 2010. In vitro production of double haploid plants from two rice species (Oryza sativa L. and Oryza glaberrima Steudt.) for the rapid development of new breeding material. Scientific Research and Essays. 5(7) : pp. 709-713.
Herath, H.M.I., Bandara, D.C. and Samarajeewa, P.K. 2007. Effect of culture media for anther culture of Indica rice varieties and hybrids of Indica and Japonica. Tropical Agricultural Research and  Extension. 10 : 17-22.
Khatun, R., Shahinul Islam, S.M. and Bari Miah, M.A. 2010. Studies on plant regeneration efficiency through in vitro micropropagation and anther culture of twenty five rice cultivars in Bangladesh. Journal of Applied Sciences Research. 6(11) : 1705-1711.
Purwoko, B.S., Dewi, I.S., Khumaida, N. 2010. Rice anther culture to obtain doubled-haploids with multiple tolerances. AsPac J. Mol. Biol. Biotechnol. 18 (1) : 55-57.
Roy, B. and Mandal, A.B. 2005. Anther culture response in indica rice and variations in major agronomic characters among the androclones of a scented cultivar, Karnal local. African Journal of Biotechnology. 4 (3) : pp. 235-240.
Sah, B.P. 2008. Response of genotypes to culture media for callus induction and regeneration of plants from rice anthers. Scientific World. 6 (6) : 37-43.
Sen, C. and Singh, R.P. 2011. Anther culture response in Boro rice hybrids. Asian Journal of Biotechnology. 
Silva, T.D. and Ratnayake, W.J. 2009. Anther culture potential of Indica rice varieties, Kurulu Thuda and BG 250. Tropical Agricultural Research and  Extension. 12(2) : 53-56.
van den Heuvel, S. 2005. Cell-cycle regulation. WormBook, ed. The C. elegans Research Community, WormBook, doi/10.1895/wormbook.1.28.1, http://www.wormbook.org. Edited by James M. Kramer and Donald G. Moerman.
 

Wednesday 3 August 2011

Biodiversitas genetik


Biodiversitas dapat diartikan sebagai kekayaan dan keragaman kehidupan yang ada di Bumi. Biodiversitas juga dapat diartikan sebagai suatu area penelitian ilmiah, termasuk deskripsi dan pengukuran keragaman (diversitas), serta penjelasan bagaimana diversitas ini bisa terjadi. Pengetahuan mengenai biodiversitas sangat penting karena pengetahuan ini dibutuhkan untuk menjaga kestabilan dan ketahanan ekosistem. Biodiversitas jika dimanfaatkan dengan baik dapat berpotensi untuk meningkatkan penyerbukan, mencegah erosi tanah, mencegah pencemaran air, dll. (Gambar 1).
Cakupan biodiversitas sangat luas, meliputi lingkungan, ekosistem, spesies, hingga ke tingkat genetik. Oleh karena itu, para peneliti membagi biodiversitas ke dalam tiga tingkatan untuk mempermudah pemahamannya. Tiga tingkatan biodiversitas tersebut adalah variasi di tingkat genetik, variasi tingkat spesies, variasi di tingkat ekosistem. Ketiga tingkatan ini saling berhubungan dan membentuk keragaman kehidupan di Bumi. Pada blog ini akan dibahas mengenai biodiversitas dalam tingkat genetik, atau biasa disebut diversitas genetik (genetic diversity).


Gambar 1. Diagram tipe diversitas dan fungsi masing-masing tipe.

 Diversitas genetik adalah frekuensi dan keragaman gen di dalam atau di antara populasi pada spesies yang sama. Diversitas genetik juga diartikan sebagai suatu tingkatan biodiversitas yang menunjukkan jumlah seluruh karakteristik genetik yang membentuk suatu spesies. Ilmu yang dipelajari dalam diversitas genetik meliputi proses-proses, seperti perubahan, pertukaran gen, dan pergerakan gen yang terjadi pada tingkat nukleotida termasuk juga evolusinya. Diversitas genetik dibedakan berdasarkan variabilitas genetik, yang menjelaskan variasi atau keragaman dalam karakteristik gen.
Diversitas genetik ditentukan berdasarkan gen, yang mengontrol ekspresi dan perkembangan penampilan dari makhluk hidup, dan variasi dari setiap gen tersebut disebut alel. Pengetahuan mengenai diversitas genetik khususnya dibutuhkan untuk mempertahankan keragaman pada  tanaman dan mencegah kehilangan genetik (genetic drift) pada populasi makhluk hidup. Selain itu, diversitas genetik juga digunakan untuk mempelajari karakteristik kehidupan terkait waktu, evolusi, dan taksonomi.
Diversitas genetik menunjukkan cara suatu populasi untuk mampu beradaptasi mengikuti perubahan lingkungan. Dengan banyaknya variasi, beberapa individu pada suatu populasi akan memiliki variasi alel yang cocok dengan lingkungan, sehingga individu ini akan bertahan dan menghasilkan keturunan yang membawa alel tersebut. Populasi akan mampu bertahan dan berlanjut selama beberapa generasi karena keberhasilan individu ini. Hal ini menunjukkan bahwa diversitas genetik merupakan mesin evolusi yang menunjukkan informasi perubahan dan perbedaan fungsi biologi pada organisme. Informasi genetik yang diperoleh kemudian digunakan oleh manusia sebagai dasar untuk seleksi pada organisme, misalnya tanaman, sehingga kualitas dan kuantitas tanaman bisa ditingkatkan.
Keragaman genetik yang ada pada saat ini merupakan hasil dari jutaan tahun evolusi, dan informasi yang terkumpul menjadi sumber yang tak tergantikan. Teknologi pemuliaan modern mungkin bisa memperoleh keragaman genetik yang menakjubkan seperti saat ini, tapi keragaman tersebut hanya sebagian kecil dari keseluruhan genetika yang ada di Bumi. Berdasarkan hal tersebut maka diketahui bahwa pada umumnya kehilangan atau penurunan yang terjadi pada diversitas genetik bersifat permanen. Pemuliaan tanaman, sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari diversitas genetik pada tanaman, bertanggungjawab untuk dapat menjaga ataupun meningkatkan diversitas genetik yang ada di Bumi.