Monday 14 May 2012

5 Metode Marka Molekuler




      Metode teknik marka molekular dilakukan dengan cara mengidentifikasi tanaman atas dasar keberadaan sekuens DNA spesifik atau perbedaan kombinasi sekuens antar individu tanaman. Identifikasi ini tidak selalu memerlukan DNA sequencing, tetapi juga dapat menggunakan hibridisasi DNA atau PCR. Dari sekian banyak metode yang ada, terdapat beberapa metode yang popular digunakan, yaitu RFLP, RAPD, AFLP, SSR, dan SNP.


1. RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism).

Metode RFLP diestimasi berdasarkan perbedaan ukuran fragmen DNA. Susunan nukleotida spesifik pada sekuens DNA dipotong dengan enzim retriksi endonuclease berdasarkan ukurannya. Selanjutnya hasil pemotongan enzim retriksi endonuclease tersebut dicampur dengan DNA probes dan dilakukan analisis southern bolt. Fragmen DNA yang komplementer dengan probes akan terhibridisasi dan muncul pada layer. Polimorphisme dideteksi berdasarkan perbedaan ukuran fragmen yang muncul. Polimophisme yang dihasilkan dapat disebabkan karena adanya mutasi, insersi, delesi, dll.
Metode RFLP tidak menggunakan PCR dalam pengerjaannya. Kelebihan metode ini adalah konsistensi yang tinggi, informasi sifat pewarisan ko-dominan, dapat diulang tanpa ada perubahan, tidak memerlukan informasi sekuen, dan relatif mudah diidentifikasi karena perbedaan yang besar antar fragmen. Akan tetapi metode ini juga mempunyai beberapa kekurangan yaitu pada beberapa spesies tingkat polimorfisme sangat rendah, menyita banyak tenaga dan waktu, kuantitas dan kualitas DNA yang diperlukan sangat tinggi, prosedur hibridisasinya rumit sehingga menyulitkan otomatisasi, dan memerlukan pustaka probe untuk spesies-spesies tanaman yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya.
Metode RFLP mempunyai banyak kegunaan dalam bidang pemuliaan tanaman modern. Aplikasi metode RFLP antara lain digunakan untuk seleksi karakter agronomi, uji kualitas benih, analisis segregasi pada keturunan, dan evaluasi diversitas genetik untuk koleksi plasma nutfah. RFLP juga digunakan sebagai alat untuk mengetahui variabilitas genetik pada tanaman pangan.
 



2. RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA).

Metode RAPD merupakan metode yang menggunakan oglionukleotida tunggal pendek (primer), sepanjang 10-12 basa, untuk membentuk fragmen-fragmen DNA. Metode RAPD memanfaatkan PCR untuk mengamplifikasi sekuen DNA yang komplementer terhadap primer. Sekuen DNA yang komplementer dengan primer akan terhibridisasi secara acak (random), selanjutnya dilakukan perbanyakan (amplified) terhadap sekuen-sekuen DNA komplementer tersebut. Tahap selanjutnya yaitu melakukan elektroforesis pada agarose atau polyacrilamide gel untuk memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukurannya. Kemudian dilakukan pewarnaan dengan ethidium bromide dan fragmen-fragmen DNA akan terlihat jika disinari dengan sinar UV.
Metode RAPD dapat menghasilkan beragam pita pada individu dengan primer tunggal. Variasi band yang terlihat umumnya disebut random amplified polymorphic DNA (RAPD) bands. Polimorphisme akan terlihat dan selanjutnya bisa digunakan sebagai marka genetik. Pemanfaatan metode RAPD antara lain untuk deteksi polimophisme sekuens DNA, pemetaan genetik berbagai populasi, keragaman genetik, dan identifikasi varietas serta analisis asal-usul organisme (filogenetik).
Metode RAPD mempunyai keunggulan dan juga kekurangan. Keunggulan metode RAPD yaitu waktu yang dibutuhkan singkat, mudah dilaksanakan, lebih murah, dan primer yang diperlukan sudah banyak dikomersilkan sehingga mudah diperoleh. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis banyak organisme, karena primer yang digunakan bersifat universal yang berarti primer dapat digunakan tanpa perlu mengetahui informasi sekuen DNA terlebih dahulu.
Kekurangan metode RAPD yaitu marka (primer) yang terlalu umum, sehingga informasi yang diperoleh kurang akurat. Marka RAPD bersifat dominan, dalam arti lain band hasil RAPD tidak menunjukkan perbedaan antara keadaan heterosigos dan homosigos. Selain itu terdapat kesulitan untuk memperoleh pola pita yang identik walaupun digunakan primer dan materi (DNA) yang sama. Masalah lain yang ditemukan adalah pola pita RAPD muncul pada DNA keturunan tetapi tidak muncul pada DNA tetua, dimana fenomena ini biasa disebut heteroduplex formation. Hal ini mungkin disebabkan karena reaksi RAPD dipengaruhi oleh persaingan antar primer sites dalam genom.
 

3. AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism)

    Metode AFLP merupakan penggabungan antara teknik RFLP dan RAPD. DNA genomik dipotong dengan ezim restriksi seperti pada RFLP, akan tetapi pada AFLP digunakan dua enzim restriksi yang berbeda. Tujuannya adalah memperoleh fragmen dalam jumlah besar. Beberapa fragmen terseleksi diamplifikasi dengan PCR menggunakan primer universal seperti pada RAPD, walaupun sebenarnya primer yang digunakan tidak benar-benar dipilih secara acak. Primer yang digunakan adalah primer yang komplementer dengan “adapters”. Adapters merupakan oligonukleotida spesifik yang komplementer dengan restriction sites sepanjang 25-30bp dan menempel pada fragmen DNA yang dipotong. Polimorphisme kemudian dideteksi dari perbedaan panjang fragmen hasil amplifikasi PCR pada polyacrilamide gel electrophoresis (PAGE) atau capillary electrophoresis yang divisualisasi dengan menggunakan otoradiografi atau pewarnaan perak. Pita polimorphik lalu diidentifikasi seperti pada analisis RAPD. Pita polimorphik ini bahkan bisa dipotong dari gel dan disekuensi, yang memungkinkan kita untuk merakit primer PCR spesifik.
    Metode AFLP biasanya digunakan untuk meneliti variasi genetik diantara individu dalam suatu spesies, mengevaluasi variasi genetik untuk koleksi plasma nutfah dan skrining biodiversitas. Metode AFLP juga sering digunakan untuk membuat peta genetik dan percobaan untuk menemukan gen-gen yang bertanggung jawab terhadap karakter tertentu. Kelebihan metode ini yaitu tidak memerlukan informasi sekuen dari genom, hasil amplifikasinya stabil, tingkat pengulangan dan variabilitasnya sangat tinggi, dan dapat mendeteksi variasi genetik diantara spesies, varietas, atau kultivar yang berkerabat dekat. Kekurangan metode ini yaitu pengerjaan yang rumit dan intensif dibandingkan metode lainnya, pengadaan alat dan bahan sangat mahal, serta dibutuhkannya kits yang berbeda-beda yang dapat beradaptasi dengan ukuran genom selama analisis.
 

4. SSR (Simple Sequence Repeat)

Metode Simple Sequence Repeat (SSR) mempunyai nama lain metode microsatellite atau Simple Tandem Repeat (STR). Metode SSR didasarkan atas pengulangan pasangan sekuen mono-, di-, tri-, tetra-, penta-, dan hexa-nukleotida seperti (TG)n atau (AAT)n. Pasangan sekuen ini tersebar melewati genom sehingga menghasilkan polimorphisme yang tinggi. Dalam pengerjaannya, metode SSR memanfaatkan PCR untuk mengamplifikasi sekuen DNA secara individu menggunakan primer spesifik. Sekuen DNA yang teramplifikasi adalah sekuen DNA yang komplementer dengan primer yang digunakan. Selanjutnya dilakukan elektroforesis pada agarose gel atau polyacrilamide gel untuk memisahkan fragmen DNA yang terbentuk berdasarkan panjang ukuran basa. Kemudian dilakukan pewarnaan pada gel dengan ethidium bromide. Tahap terakhir yaitu visualisasi dengan meletakkan gel dibawah sinar UV sehingga fragmen-fragmen DNA akan terlihat. Polimorphisme dideteksi berdasarkan perbedaan ukuran fragmen DNA akibat perbedaan panjang pengulangan pasangan sekuen
Perbedaan  metode SSR dengan metode RAPD terletak pada primer yang digunakan. Primer SSR merupakan primer tunggal spesifik yang mengamplifikasi hanya pada satu site tertentu, berbeda dengan RAPD yang menggunakan primer universal, yang dapat mengamplifikasi pada beberapa site sekaligus. Primer SSR juga merupakan marka ko-dominan yang dapat membedakan heterosigos dan homosigos sedangkan primer RAPD merupakan marka dominan. Perbedaan lainnya terletak pada pita yang dihasilkan. Metode SSR biasanya hanya menghasilkan satu atau dua pita pada tiap individu sedangkan metode RAPD dapat menghasilkan beragam pita pada tiap individu.
    Metode SSR merupakan salah satu alat molekular yang sering digunakan untuk penelitian diversitas genetik karena keakuratan informasi yang tinggi dan sangat polimorfik bahkan untuk spesies atau galur yang berkerabat dekat. Genetik populasi dan analisis hubungan kekerabatan bisa dilakukan dengan metode SSR. Kelebihan metode ini yaitu primer yang digunakan untuk satu spesies tertentu dapat digunakan untuk berbagai macam tanaman dalam satu spesies, kuantitas DNA yang digunakan sangat kecil, metodenya relatif sederhana dan dapat dilakukan secara otomatis, dan pasangan primer SSR tersedia dipasaran dalam jumlah yang besar. Sedangkan kekurangan metode ini yaitu kesulitan kloning dan sequencing daerah flanking SSR, biaya yang cukup tinggi untuk merancang primer baru yang spesifik.
 

5. SNP (Single Nucleotide Polymorphism)


    SNP umumnya merupakan variasi DNA yang berasal dari perubahan satu atau dua basa pada sekuen DNA . SNP juga diartikan sebagai variasi sekuen DNA yang terjadi ketika sebuah nukleotida tunggal dari sekuen tersebut berbeda dari sekuen DNA pada umumnya. Jika SNP terjadi pada sebuah gen, SNP dapat mengganggu fungsi gen, yang menghasilkan perbedaan alel pada gen tersebut. SNP dapat digunakan secara efektif sebagai penanda karena perbedaan terjadi pada basa tunggal. Tidak seperti metode SSR, SNP merupakan bagian sekuen itu sendiri bukan ukuran atau panjang sekuen. Pada genom manusia, SNP umumnya terjadi setiap 100 hingga 300bp.
Prinsip dasar dalam pengerjaan SNP beserta teknik yang digunakan meliputi:
-    ASOH (Allele-spesific oligonukleotide hybridization), teknik terkait: allele-specific PCR, 5’ nuclease assay, DNA chips, bead based techniques.
-    Elongasi rantai DNA template-dependent dengan DNA polimerase, teknik terkait: primer extension, pyrosequencing.
-    Double-strand-dependent ligation, teknik terkait: OLA (oligonucleotide ligation assay) yang digabungkan dengan DNA chips atau bead based techniques.
-    Deteksi perbedaan (mismatch detection), teknik terkait: DASH (dynamic allele-specific hybridization), DHLPC (denaturing high-performance liquid chromatography).
  
Deteksi markah SNP bersifat ko-dominan, berdasarkan pada amplifikasi primer yang berbasis pada informasi sekuen untuk gen spesifik. Keunggulan teknik SNP adalah lebih mudah diaplikasikan dibandingkan dengan teknik SSR dan AFLP serta lebih bermanfaat ketika posisi SNP pada lokus sangat berdekatan. Kelemahan dari teknik SNP adalah memerlukan informasi sekuen untuk suatu gen yang menjadi target analisis dan untuk pengadaan alat dan bahan memerlukan biaya yang sangat tinggi.






 DAFTAR PUSTAKA

Bashalkhanov S., Pandey M., Rajora OP. 2009. A simple method for estimating genetic diversity in large     populations from finite sample sizes. BMC genetics. 10:84
Biodiversity, three parts for definition: genetics, species, and ecosystems. http://biodiversite.mediasfrance.org. Diakses: 19 Mei 2011.
Fahmi, Zaki Ismail. 2011. Pemanfaatan teknologi DNA molekuler dalam identifikasi dan verifikasi varietas tanaman perkebunan. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan.
Genetic Diversity in Rice. http://www.fao.org/docrep/006/y4751e/y4751e0c. Diakses: 21 Mei 2011.
Genetic Factors in Conservation Biology. Cambridge University Press. http://www.fathom.com/course/21701746/session3.html. Diakses: 21 Mei 2011.
Michael J. Jeffries. 2006. Biodiversity and Conservation-2nd edition. Routledge Introductions to Environtment Series.
Ovesna J., Polakova K., Leisova L. 2002. DNA analyses and their applications in plant breeding. Czech J. Genet. Plant Breed. 38(1): 29-40.
Rauf S., Teixeira da Silva JA., Khan AA., Naveed A. 2010. Consequences of plant breeding on genetic diversity. International Journal of Plant Breeding. 4(1): 1-21.
Seetharam K., Thirumeni S., Paramasivam K. 2009. Estimation of genetic diversity in rice (Oryza sativa L.) genotypes using SSR markers and morphological characters. African Journal of Biotechnology. 8(10), pp. 2050-2059.
Skaria R., Sen S., Muneer PMA. 2011. Analysis of genetic variability in rice varieties (Oryza sativa L) of Kerala using RAPD markers. Genetic Engineering and Biotechnology Journal. Volume: GEBJ-24.
Suryanto, D. 2003. Melihat keanekaragaman organisme melalui beberapa teknik genetika molekuler. USU digital library : Universitas Sumatera Utara.
Thornhill DJ., Lajeunesse TC., Santos SR. 2007. Measuring rDNA diversity in eukaryotic microbial systems: how intragenomic variation, pseudogenes, and PCR artifacts confound biodiversity estimates. Molecular Ecology. 16: 5326–5340.
Vienne, DD. 1998. Molecular Markers in Plant Genetics and Biotechnology. Institute National de la Recherche Agronomique Versailles: France.